Kamis, 23 Juni 2011

Kajian Ilmu Secara Epistemologi

BAB I
Pendahuluan

Semakain bertambah umur manusia semakin banyak pengetahuannya. Dilihat dari segi motif pengetahuan itu diperoleh dari dua cara. Pertama pengetahuan yang diperoleh begitu saja tanpa niat, tanpa motif, tanpa keingintahuan dan tanpa usaha. Kedua pengetahuan yang didasari motif keingintahuan yang diusahakan dan biasanya melalui cara belajar
Manusia ingin tahu, kemudian mencari tahu dan hasilnya adalah ia mendapatkan jawaban dari keingin tahuan tersebut dan mungkin sifat tersebut secara lahiriah memang sudah ada dalam jiwa manusia, karena hal itulah makalah ini menjelaskan tentang filsafat ilmu secara epistemologis yang dapat diartikan sebagai pengetahuan sistematik mengenai pengetahuan.


BAB II
Penjelasan

Epistemologis
Secara etimologi, epistemologi merupakan kata gabungan yang diangkat dari dua kata dalam bahasa Yunani, yaitu episteme dan logos. Episteme artinya pengetahuan, sedangkan logos lazim dipakai untuk menunjukkan adanya pengetahuan sistematik. Dengan demikian epistemologi dapat diartikan sebagai pengetahuan sistematik mengenai pengetahuan. Webster Third New International Dictionary mengartikan epistemologi sebagai “The Study of method and ground of knowledge, especially with reference to its limits and validity”. Paul Edwards, dalam The Encyclopedia of Philosophy, menjelaskan bahwa epistemologi adalah “the theory of knowledge.” Pada tempat yang sama ia menerangkan bahwa epistemologi merupakan “the branch of philosophy which concerned with the nature and scope of knowledge, its presuppositions and basis, and the general reliability of claims to knowledge.”
Epistemologi juga disebut logika, yaitu ilmu tentang pikiran. Akan tetapi, logika dibedakan menjadi dua, yaitu :
1. logika minor, dan
 2. logika mayor.
Logika minor mempelajari struktur berpikir dan dalil-dalilnya, seperti silogisme (bahasa Yunani :  syllogismos) / banding logis adalah jenis argumen logis di mana satu proposisi (kesimpulan) yang disimpulkan dari dua orang lain / tempat dari suatu bentuk tertentu. Logika mayor mempelajari hal pengetahuan, kebenaran, dan kepastian.
Gerakan epistemologi di Yunani dahulu dipimpin antara lain oleh kelompok yang disebut Sophis, yaitu orang yang secara sadar mempermasalahkan segala sesuatu. Dan kelompok Shopis adalah kelompok yang paling bertanggung jawab atas keraguan itu.
Oleh karena itu, epistemologi juga dikaitkan bahkan disamakan dengan suatu disiplin yang disebut Critica, yaitu pengetahuan sistematik mengenai kriteria dan patokan untuk menentukan pengetahuan yang benar dan yang tidak benar. Critica berasal dari kata Yunani, krimoni, yang artinya mengadili, memutuskan, dan menetapkan. Mengadili pengetahuan yang benar dan yang tidak benar memang agak dekat dengan episteme sebagai suatu tindakan kognitif intelektual untuk mendudukkan sesuatu pada tempatnya.


Hal-hal yang hendak diselesaikan epistemologi ialah :
1. Tentang terjadinya pengetahuan,
2. sumber pengetahuan,
3. asal mula pengetahuan,
4. validitas pengetahuan ( kebenaran yang logis akan sebuah pembuktian pengetahuan ), dan
5.  kebenaran pengetahuan.
Dalam epistemologi yang merupakan sarana mencari pengetahuan adalah akal pikiran, pengalaman, atau keduanya dari pengalaman dan akal pikiran serta intuisi ( skeptis / pikiran yang merasakan persetujuan atau ketidaksetujuan dari dua ide ), sehingga di kenal model model epistemologi seperti :
1.      Rasionalisme, Secara etimologis menurut Bagus (2002), rasionalisme berasal dari kata bahasa Inggris rationalims, dan menurut Edwards (1967) kata ini berakar dari bahasa Latin ratio yang berarti “akal”, Lacey (2000) menambahkan bahwa berdasarkan akar katanya rasionalisme adalah sebuah pandangan yang berpegang bahwa akal merupakan sumber bagi pengetahuan dan pembenaran.
2.      Empirisme, Secara etimologis menurut Bagus (2002) berasal dari kata bahasa Inggris empiricism dan experience. Kata-kata ini berakar dari kata bahasa Yunani έμπειρία (empeiria) dan dari kata experietia yang berarti “berpengalaman dalam”,“berkenalan dengan”, “terampil untuk”. Sementara menurut Lacey (2000) berdasarkan akar katanya Empirisme adalah aliran dalam filsafat yang berpandangan bahwa pengetahuan secara keseluruhan atau parsial didasarkan kepada pengalaman yang menggunakan indera.
3.      Kritis, merupakan upaya pendalaman kesadaran serta kecerdasan membandingkan dari beberapa masalah yang sedang dan akan terjadi sehingga menghasilkan sebuah kesimpulan dan gagasan yang dapat memecahkan masalah tersebut.
4.      Positivisme, paham yang berpendapat bahwa sumber utama pengetahuan manusia adalah pengalaman inderawi. Artinya, manusia tidak bisa mengetahui sesuatu apapun, jika ia tidak mengalaminya terlebih dahulu secara inderawi.
5.      Feno­menology, berasal dari bahasa Yunani, phainomenon, dari phainesthai / phainomai / phainein yang artinya menampakkan atau memperlihatkan. Dan terbentuk dari akar kata fantasi, fantom, dan fosfor yang artinya sinar atau cahaya. Atau Secara harfiah fenomena diartikan sebagai gejala atau sesuatu yang menampakkan. Fenomenologi juga berarti ilmu pengetahuan (logos) tentang apa yang tampak (phainomenon). Jadi, fenomenologi itu mempelajari apa yang tampak atau apa yang menampakkan diri.

Sejarah Epistemologis
Sejarah epistemologi dimulai pada zaman Yunani kuno, ketika orang mulai mempertanyakan secara sadar mengenai pengetahuan dan merasakan bahwa pengetahuan merupakan faktor yang amat penting yang dapat menentukan hidup dan kehidupan manusia. Pandangan itu merupakan tradisi masyarakat dan kebudayaan Athena. Tradisi dan kebudayaan Spharta, lebih melihat kemauan dan kekuatan sebagai satu-satunya faktor. Athena mungkin dapat dipandang sebagai basisnya intelektualisme (menunjukkan penggunaan dan pengembangan intelek ) dan Spharta merupakan basisnya voluntarisme ( penggunaan atau kepercayaan pada tindakan sukarela untuk mempertahankan sebuah institusi, melaksanakan kebijakan, atau mencapai akhir ).
Zaman Romawi tidak begitu banyak menunjukkan perkembangan pemikiran mendasar sistematik mengenai pengetahuan. Hal itu terjadi karena alam pikiran Romawi adalah alam pikiran yang sifatnya lebih pragmatis (kebenaran ide yang harus diuji untuk membuktikan validitasnya ) dan ideologis (seperangkat gagasan yang merupakan satu tujuan , harapan , dan tindakan ).
Masuknya agama Nasrani ke Eropa memacu perkembangan epistemologi lebih lanjut, khususnya karena terdapat masalah hubungan antara pengetahuan samawi / astronomi dan pengetahuan manusiawi, pengetahuan supranatural dan pengetahuan rasional-natural-intelektual, antara iman dan akal. Kaum agama di satu pihak mengatakan bahwa pengetahuan manusiawi harus disempurnakan dengan pengetahuan fides / Kota Vatikan (Agenzia Fides), sedang kaum intelektual mengemukakan bahwa iman adalah omong kosong kalau tidak terbuktikan oleh akal. Situasi ini menimbulkan tumbuhnya aliran Skolastik yang cukup banyak perhatiannya pada masalah epistemologi, karena berusaha untuk menjalin paduan sistematik antara pengetahuan dan ajaran samawi di satu pihak, dengan pengetahuan dan ajaran manusiawi intelektual-rasional di lain pihak. Pada fase inilah terjadi pertemuan dan sekaligus juga pergumulan antara Hellenisme dan Semitisme. Kekuasaan keagamaan yang tumbuh berkembang selama abad pertengahan Eropa tampaknya menyebabkan terjadinya supremasi Semitik di atas alam pikiran Hellenistik. Di lain pihak, orang merasa dapat memadukan Hellenisme yang bersifat manusiawi intelektual dengan ajaran agama yang bersifat samawi-supernatural. Dari sinilah tumbuh Rasionalisme, Empirisme, Idelisme, dan Positivisme yang kesemuanya memberikan perhatian yang amat besar terhadap problem pengetahuan.
Selanjutnya, bahwa zaman modern ini telah membangkitkan gerakan Aufklarung, suatu gerakan yang meyakini bahwa dengan bekal pengetahuan, manusia secara natural akan mampu membangun tata dunia yang sempurna. Optimisme yang kelewat dari Aufklarung serta perpecahan dogmatik doktriner antara berbagai macam aliran sebagai akibat dari pergumulan epistemologi modern yang menjadi multiplikatif telah menghasilkan suasana krisi budaya.
Semua itu menunjukkan bahwa perkembangan epistemologi tampaknya berjalan di dalam dialektika antara pola absolutisasi dan pola relativisasi, di mana lahir aliran-aliran dasar seperti skeptisisme, dogmatisme, relativisme, dan realisme. Namun, di samping itu, tumbuh pula kesadaran bahwa pengetahuan itu adalah selalu pengetahuan manusia. Bukan intelek atau rasio yang mengetahui, manusialah yang mengetahui. Kebenaran dan kepastian adalah selalu kebenaran dan kepastian di dalam hidup dan kehidupan manusia.
Terjadinya Pengetahuan
Vauger menyatakan bahwa titik tolak penyelidikan epistemologi adalah situasi kita, yaitu kejadian. Kita sadar bahwa kita mempunyai pengetahuan lalu kita berusaha untuk memahami, menghayati dan pada saatnya kita harus memberikan pengetahuan dengan menerangkan dan mempertanggung jawabkan apakah pengetahuan kita benar dalam arti mempunyai isi dan arti.
Bertumpu pada situasi kita sendiri itulah sedikitnya kita dapat memperhatikan perbuatan-perbuatan mengetahui yang menyebabkan pengetahuan itu. Berdasar pada penghayatan dan pemahaman kita dan situasi kita itulah, kita berusaha untuk mengungkapkan perbuatan-perbuatan mengenal sehingga terjadi pengetahuan.
Akal sehat dan cara mencoba-coba mempunyai peranan penting dalam usaha manusia untuk menemukan penjelasan mengenai berbagi gejala alam. Ilmu dan filsafat dimulai dengan akal sehat sebab tidak mempunyai landasan lain untuk berpijak. Tiap peradaban betapapun primitifnya mempunyai kumpulan pengetahuan yang berupa akal sehat. Randall dan Buchlar mendefinisikan akal sehat sebagai pengetahuan yang diperoleh lewat pengalaman secara tidak sengaja yang bersifat sporadis dan kebetulan. Sedangkan karakteristik akal sehat, menurut Titus, adalah (1). Karena landasannya yang berakar pada adat dan tradisi maka akal sehat cenderung untuk bersifat kebiasaan dan pengulangan, (2). Karena landasannya yang berakar kurang kuat maka akal sehat cenderung untuk bersifat kabur dan samar, dan (3). Karena kesimpulan yang ditariknya sering berdasarkan asumsi yang tidak dikaji lebih lanjut maka akal sehat lebih merupakan pengetahuan yang tidak teruji.
Perkembangan selanjutnya adalah tumbuhnya rasionalisme yang secara kritis mempermasalahkan dasar-dasar pikiran yang bersifat mitos. Menurut Popper, tahapan ini adalah penting dalam sejarah berpikir manusia yang menyebabkan ditinggalkannya tradisi yang bersifat dogmatik yang hanya memperkenankan hidupnya satu doktrin dan digantikan dengan doktrin yang bersifat majemuk yang masing-masing mencoba menemukan kebenaran secara analisis yang bersifat kritis.
Dengan demikian berkembanglah metode eksperimen yang merupakan jembatan antara penjelasan teoritis yang hidup di alam rasional dengan pembuktian yang dilakukan secara empiris (informasi yang diperoleh melalui observasi, pengalaman, atau percobaan. Metode ini dikembangkan lebih lanjut oleh sarjana-sarjana Muslim pada abad keemasan Islam. Semangat untuk mencari kebenaran yang dimulai oleh para pemikir Yunani dihidupkan kembali dalam kebudayaan Islam. Dalam perjalanan sejarah, lewat orang-orang Muslimlah, dunia modern sekarang ini mendapatkan cahaya dan kekuatannya. Pengembangan metode eksperimen yang berasal dari Timur ini mempunyai pengaruh penting terhadap cara berpikir manusia, sebab dengan demikian berbagai penjelasan teoritis dapat diuji, apakah sesuai dengan kenyataan empiris atau tidak. Dengan demikian berkembanglah metode ilmiah yang menggabungkan cara berpikir deduktif dan induktif.
Metode Ilmiah
Metode ilmiah merupakan prosedur dalam mendapatkan pengetahuan yang disebut ilmu. Jadi ilmu merupakan pengetahuan yang didapatkan lewat metode ilmiah. Metode, menurut Senn, merupakan prosedur atau cara mengetahui sesuatu, yang memiliki langkah-langkah yang sistematis. Metodologi ilmiah merupakan pengkajian dalam mempelajari peraturan-peraturan dalam metode tersebut. Jadi metodologi ilmiah merupakan pengkajian dari peraturan-peraturan yang terdapat dalam metode ilmiah.
Proses kegiatan ilmiah, menurut Riychia Calder, dimulai ketika manusia mengamati sesuatu. Secara ontologis ilmu membatasi masalah yang diamati dan dikaji hanya pada masalah yang terdapat dalam ruang lingkup jangkauan pengetahuan manusia atau logika. Jadi ilmu tidak mempermasalahkan tentang hal-hal di luar jangkauan manusia. Karena yang dihadapinya adalah nyata maka ilmu mencari jawabannya pada dunia yang nyata pula. Einstein menegaskan bahwa ilmu dimulai dengan fakta dan diakhiri dengan fakta, apapun juga teori-teori yang menjembatani antara keduanya. Teori yang dimaksud di sini adalah penjelasan mengenai gejala yang terdapat dalam dunia fisik tersebut, tetapi merupakan suatu abstraksi intelektual di mana pendekatan secara rasional digabungkan dengan pengalaman empiris. Artinya, teori ilmu merupakan suatu penjelasan rasional yang berkesusaian dengan obyek yang dijelaskannya. Suatu penjelasan biar bagaimanapun meyakinkannya, harus didukung oleh fakta empiris untuk dinyatakan benar.
Di sinilah pendekatan rasional digabungkan dengan pendekatan empiris dalam langkah-langkah yang disebut metode ilmiah. Secara rasional, ilmu menyusun pengetahuannya secara konsisten dan kumulatif, sedangkan secara empiris ilmu memisahkan pengetahuan yang sesuai dengan fakta dari yang tidak.
Kebenaran Pengetahuan
Jika seseorang mempermasalahkan dan ingin membuktikan apakah pengetahuan itu bernilai benar, menurut para ahli estimologi dan para ahli filsafat, pada umumnya, untuk dapat membuktikan bahwa pengetahuan bernilai benar, seseorang harus menganalisa terlebih dahulu cara, sikap, dan sarana yang digunakan untuk membangun suatu pengetahuan. Seseorang yang memperoleh pengetahuan melalui pengalaman indera akan berbeda cara pembuktiannya dengan seseorang yang bertitik tumpu pada akal atau rasio, intuisi, otoritas, keyakinan dan atau wahyu atau bahkan semua alat tidak dipercayainya sehingga semua harus diragukan seperti yang dilakukan oleh faham skeptisme yang ekstrim di bawah pengaruh Pyrrho.


Ada beberapa teori yang menjelaskan tentang kebenaran, antara lain sebagai berikut:
1.The correspondence theory of truth. Menurut teori ini, kebenaran atau keadaan benar itu berupa kesesuaian antara arti yang dimaksud oleh suatu pendapat dengan apa yang sungguh merupakan halnya atau faktanya.
2.The consistence theory of truth. Menurut teori ini, kebenaran tidak dibentuk atas hubungan antara putusan dengan sesuatu yang lain, yaitu fakta atau realitas, tetapi atas hubungan antara putusan-putusan itu sendiri. Dengan kata lain bahwa kebenaran ditegaskan atas hubungan antara yang baru itu dengan putusan-putusan lainnya yang telah kita ketahui dan kita akui benarnya terlebih dahulu.
3.The pragmatic theory of truth. Yang dimaksud dengan teori ini ialah bahwa benar tidaknya sesuatu ucapan, dalil, atau teori semata-mata bergantung kepada berfaedah tidaknya ucapan, dalil, atau teori tersebut bagi manusia untuk bertindak dalam kehidupannya.
Dari tiga teori tersebut dapat disimpulkan bahwa kebenaran adalah kesesuaian arti dengan fakta yang ada dengan putusan-putusan lain yang telah kita akui kebenarannya dan tergantung kepada berfaedah tidaknya teori tersebut bagi kehidupan manusia.
Sedangkan nilai kebenaran itu bertingkat-tingkat, sebagai mana yang telah diuraikan oleh Andi Hakim Nasution dalam bukunya Pengantar ke Filsafat Sains, bahwa kebenaran mempunyai tiga tingkatan, yaitu haq al-yaqin, ‘ain al-yaqin, dan ‘ilm al-yaqin. Adapun kebenaran menurut Anshari mempunyai empat tingkatan, yaitu:
1.Kebenaran wahyu
2.Kebenaran spekulatif filsafat
3.Kebenaran positif ilmu pengetahuan
4.Kebenaran pengetahuan biasa.
Pengetahuan yang dibawa wahyu diyakini bersifat absolut dan mutlak benar, sedang pengetahuan yang diperoleh melalui akal bersifat relatif, mungkin benar dan mungkin salah. Jadi, apa yang diyakini atas dasar pemikiran mungkin saja tidak benar karena ada sesuatu di dalam nalar kita yang salah. Demikian pula apa yang kita yakini karena kita amati belum tentu benar karena penglihatan kita mungkin saja mengalami penyimpangan. Karena itu, kebenaran mutlak hanya ada pada Tuhan. Itulah sebabnya ilmu pengetahan selalu berubah dan dapat berkembang.



Kesimpulannya adalah :
Epistemologi adalah pengetahuan sistematik mengenai pengetahuan. Ia merupakan salah satu cabang filsafat yang membahas tentang terjadinya pengetahuan, sumber pengetahuan, asal mula pengetahuan, metode atau cara memperoleh pengetahuan, validitas dan kebenaran pengetahuan. Sehingga menurut kami filsafat ilmu secara epistemologis adalah pengetahuan tentang ilmu yang perlu dicarai keabsahannya, sumbernya, metodenya dan juga tentang bagaimana terjadinya ilmu tersebut dengan memanfaatkan sebuah pengalaman serta media yang telah tersedia sesuai dengan kemampuan manusia dapat berkembang

Selasa, 21 Juni 2011

GURU ADALAH PROFESI


 Dalam usaha membangun manusia seutuhnya, maka guru merupakan perangkat pelaksana terdepan. Kalau bidang teknik, kedokteran, pertanian, industri dan lain-lain adalah untuk kepentingan manusia, guru bertugas untuk membangun manusianya.

Guru tidak lagi dipandang hanya sebagai pengajar di kelas, namun darinya diharapkan pula tampil sebagai pendidik bukan saja terhadap anak didiknya di kelas, namun juga sebagai pendidik di masyarakat yang seyogianya memberikan teladan yang baik kepada seluruh masyarakat.
Peranan guru ( Wf Connell / 1972 ) :
-               Peran guru sebagai pendidik (nurturer) merupakan peran-peran yang berkaitan dengan tugas-tugas memberi bantuan dan dorongan (supporter), tugas-tugas pengawasan dan pembinaan (supervisor) serta tugas-tugas yang berkaitan dengan mendisiplinkan anak agar anak itu menjadi patuh terhadap aturan-aturan sekolah dan norma hidup dalam keluarga dan masyarakat.
-               Peran guru sebagai model atau contoh bagi anak. Setiap anak mengharapkan guru mereka dapat menjadi contoh atau model baginya.
-               Peranan guru sebagai pengajar dan pembimbing dalam pengalaman belajar. Setiap guru harus memberikan pengetahuan, keterampilan dan pengalaman lain di luar fungsi sekolah, hasil belajar yang berupa tingkah laku pribadi dan spiritual dan memilih pekerjaan di masyarakat yang berkaitan dengan tanggurfg jawab tingkah laku sosial anak.
-               Peran guru sebagai pelajar (leamer). Seorang guru dituntut untuk selalu menambah pengetahuan dan keterampilan agar supaya pengetahuan dan keterampilan yang dirnilikinya tidak ketinggalan jaman.
-               Peran guru sebagai setiawan dalam lembaga pendidikan. Seorang guru diharapkan dapat membantu kawannya yang memerlukan bantuan dalam mengembangkan kemampuannya.
-               Peranan guru sebagai komunikator pembangunan masyarakat. Seorang guru diharapkan dapat berperan aktif dalam pembangunan di segala bidang yang sedang dilakukan. Ia dapat mengembangkan kemampuannya pada bidang-bidang dikuasainya.
-               Guru sebagai administrator, administrasi yang dikerjakan seperti membuat rencana mengajar, mencatat hasil belajar dan sebagainya merupakan dokumen yang berharga bahwa ia telah melaksanakan tugasnya dengan baik.
-               Peran guru terhadap peningkatan mutu pendidikan, Secara teoritis dalam peningkatan mutu pendidikan guru memilki peran antara lain :
a.       sebagai salah satu komponen sentral dalam system pendidikan
b.      sebagai tenaga pengajar sekaligus pendidik dalam suatu instansi pendidikan sekolah maupun kelas bimbingan
c.       penentu mutu hasil pendidikan dengn mencetak peserta didik yang benar-benar menjadi manusia seutuhnya yaitu manusia yang beriman danbertaqwa kepada Tuhan YME, percaya diri, disiplin, dan bertnggung jawab
d.      sebagai factor kunci, mengandung arti bahwa semua kebijakan, rencana inovasi, dan gagasan pendidikan yang ditetapkan untuk mewujudkan perubahan system pendidikan, dalam rangka mencapai tujuan pendidikan yang diinginkan
e.       sebagai pendukung serta pembimbing peserta didik sebagai generasi yang akan meneruskan estafet pejuang bangsa untuk mengisi kemerdekaan dalam kancah pembangunan nasional serta dalam penyesuaian perkembangaanjaman dan teknologi yang semakin spektakuler
f.       sebagai pelayan kemanusiaan di lingkungan masyarakat
g.      sebagai pemonitor praktek profesi.

Tugas guru dalam pendidikan :
-               tugas professional       :  Tugas-tugas profesional dari seorang guru yaitu meneruskan atau transmisi ilmu pengetahuan, keterampilan dan nilai-nilai lain yang sejenis yang belum diketahui anak dan seharusnya diketahui oleh anak

-               tugas manusiawi          : Tugas manusiawi adalah tugas-tugas membantu anak didik agar dapat memenuhi tugas-tugas utama dan manusia kelak dengan sebaik-baiknya. Tugas-tugas manusiawi itu adalah transformasi diri, identifikasi diri sendiri dan pengertian tentang diri sendiri.

-               tugas kemasyarakatan (sivic mission)  : Tugas kemasyarakatan merupakan konsekuensi guru sebagai warga negara yang baik, turut mengemban dan melaksanakan apa-apa yang telah digariskan oleh bangsa dan negara lewat UUD 1945 dan GBHN.


Guru sebagai profesionalisme dalam bidang keadministrasian pendidikan :
Perubahan dalam peranan dan fungsi sekolah dari yang statis di jaman lampau kepada yang dinamis dan fungsional-konstruktif di era globalisasi, membawa tanggung jawab yang lebih luas kepada sekolah, khususnya kepada administrator sekolah. Pada mereka harus tersedia pengetahuan yang cukup tentang kebutuhan nyata masyarakat serta kesediaan dan keterampilan untuk mempelajari secara kontinyu perubahan yang sedang terjadi di masyarakat sehingga sekolah melalui program-program pendidikan yang disajikannya dapat senantiasa menyesuaikan diri dengan kebutuhan baru dan kondisi baru “.
“kompetensi minimal seorang kepala sekolah atau guru adalah memiliki pengetahuan dan keterampilan dalam bidang keadministrasian sekolah;
keterampilan hubungan manusiawi dengan staf, siswa dan masyarakat, dan keterampilan teknis instruksional dan non instruksional.”
Hal serupa dikemukakan oleh Kantz dalam Segiovanni (Sudarwan Danim, 1995) bahwa dalam keseluruhan mekanisme kerja manajemen sekolah sebagai proses sosial, mengemukan tiga jenis keterampilan yang seyogyanya dimiliki oleh kepala sekolah atau guru yaitu :
(1) keterampilan teknis, yakni keterampilan yang berhubungan dengan pengetahuan, metode, dan teknik-teknik tertentu dalam menyelesaikan tugas-tugas tertentu
(2) keterampilan manusiawi yakni keterampilan yang menunjukkan kemampuan seorang manajer di dalam bekerja dengan orang lain secara efektif dan efisien
(3) keterampilan konseptual yakni keterampilan yang berkenaan dengan cara kepala sekolah atau guru  memandang sekolah, keterkaitan sekolah dengan struktur di atasnya dan dengan pranata-pranata kemasyarakatan, serta program kerja sekolah secara keseluruhan.

Senin, 20 Juni 2011

Tips Belajar Efektif..!!!!!

Ada beberapa cara untuk belajar dengan hasil yang memuaskan. Salah satunya akan saya bahas kali ini, tentu saja di dukung oleh tubuh yang sehat.

1. Setelah pulang sekolah / kampus coba hanya melihat lihat mata pelajaran / mata kuliah yang baru saja di berikan oleh guru / dosen tujuannya hanya untuk me - refresh otak

2. tepat pada malam harinya coba untuk pelajari kembali mata pelajaran / mata kuliah tadi siang dengan lebih konsentrasi dengan mencoba menjawab beberapa pertanyaan yang telah diajukan dalam pelajaran / mata kuliah tsb, bila tidak ada soal pertanyaan hendaklah baiknya membuat pertanyaan pertanyaan tsb sendiri dan kemudian di jawab sendiri

3. Kemudian pada waktu subuh setelah shalat subuh ( bagi yang menjalankan ) sebaiknya me - refresh kembali ulasan pelajaran / mata kuliah yang telah dipelajari pada malam harinya

Hal ini dipastikan akan berhasil positif apabila dilakukan secara kontinue dan sesuai jadwal.

Beberapa Cara Untuk Meningkatkan IQ


Anda tentu ingin mempunyai kecakapan intelektual yang tinggi bukan? Cara meningkatkan IQ bisa dengan latihan-latihan sederhana dan mengubah kebiasaan-kebiasaan tertentu. Berikut ini beberapa hal yang bisa meningkatkan IQ anda.
1. Latihan pernapasan dalam
Pernapasan dalam dapat meningkatkan aliran darah dan oksigen ke otak, serta bisa merilekskan kerja otak kita sehingga meningkatkan fungsi efektif otak. Caranya adalah dengan memejamkan mata dan menarik nafas lewat hidung, sehingga paru-paru penuh sampai kapasitasnya, lalu hembuskan udara perlahan-lahan.
2. Menjaga postur tubuh
Dalam melakukan aktivitas apapun itu, terutama dalam mengerjakan hal-hal yang sulit, jangan duduk atau berdiri dengan postur membungkuk dan mulut terbuka. Ini bisa mengurangi kemampuan anda dalam memecahkan masalah. Mulai sekarang, berlatihlah duduk tegak karena selain meningkatkan kerja otak kita, juga membuat punggung kita tidak mudah lelah.
3. Memperhatikan kesehatan makanan
Mulai sekarang, jangan makan makanan yang banyak mengandung gula. Semua karbohidrat sederhana mengandung gula sederhana pula, dan jika dimakan dalam jumlah yang banyak, akan membuat anda bergerak lambat dan berpikir pun juga lambat.
4. Mendengarkan musik
Cobalah dengarkan musik-musik yang berirama lembut dan bukan musik yang penuh dengan hentakan. Karena musik lembut membantu
untuk lebih santai dan mengurangi tingkat stres, sehingga Anda pun akan bekerja dengan lebih efektif.
5. Melatih otak
Cobalah latih otak Anda dengan mengerjakan permainan-permainan sederhana yang bisa melatih kinerja otak anda, misalnya TTS, Sudoku, Puzzle. Penelitian terbaru menunjukkan bahwa dengan bermain permainan ini dapat meningkatkan skor IQ hingga 8%.
6. Tidur cukup
Idealnya kita tidur dalam waktu 8 jam per hari. Kualitas dan kuantitas tidur yang bagus bisa membuat otak kita beristirahat juga, dan ketika bangun kita siap menyelesaikan masalah dengan lebih efektif.
7. Selalu berpikir positif
Otak akan merespons pikiran bawah sadar kita. Jika kita berpikiran negatif, maka hasilnya akan negatif. Jadi, mulai sekarang berpikirlah yang positif, maka hasil yang positif pun akan benar-benar terjadi.

Minggu, 19 Juni 2011

Menjadi orang yang disukai....

* Selalu tersenyum ramah pada setiap orang tapi jangan senyum senyum sendiri ( nanti dikira orang gila )
* Menyapa orang orang disekitar kita dengan baik terutama yang kita kenal ( jangan asal sapa juga, nanti dibilang SKSD )
* Percaya diri dan jadi diri sendiri
* Lupakan masalah masa lalu terutama dendam ( sangat tidak baik menyimpan dendam bagi kesehatan jiwa )
* Bersikap tenang tidak sembrono
* Jangan melecehkan dan menganggap remeh orang lain ( mungkin saja yang diremehkan justru lebih segalanya dari diri kita )
* Jangan Over Acting 
* Jangan terlalu bangga dengan yang kita miliki ( roda kehidupan selalu berputar )
* Berusaha membantu orang yang sangat membutuhkan pertolongan  ( Jangan dipaksakan bila tidak mampu )
* Peka terhadap lingkungan sekitar
* Selalu Up Date ilmu pengetahuan ( Biar ga' tulalit )
* Support diri sendiri dengan kata kata yang membangun
* Mencintai dan menghargai diri sendiri ( Orang lain tidak akan menghargai dan mencintai kita bila kita tidak melakukannya terhadap diri kita sendiri )
* Ber - Positif Thinking ( sekali sekali juga boleh negatif thinking tapi asas praduga tak bersalah sebelum ada bukti otentik - ya)

Jumat, 17 Juni 2011

Summary of Testing Language

Chapter 1 :
PURPOSES AND METHODS OF LANGUAGE TESTING

TEACHER MADE VERSUS STANDARDIZED TESTS
In any consideration of educational testing, a distinction must be drawn between the rather informal, teacher made test of the classroom and those formal, large scale, “standardized” instruments which are prepared by professional testing services to assist institution in the selection, placement, and evaluation of students.
In this situation, test objectives can be based directly on course objectives, and test content derived from specific course content.

THE PRINCIPAL EDUCATIONAL USES OF LANGUAGE TESTS
Six different emphases in measuring student ability or potential :
1.      To determine readiness for instructional programs, test are used to separate those who are prepared for an academic or training program from those who are not.
2.      To classify or place individuals in appropriate language classes, to distinguish degrees of proficiency.
3.      To diagnose the individual’s specific strengths and weakness, to measuring different language skills of components of single broad skill.
4.      To measuring aptitude for learning, to predict future performance
5.      To measure the extent of student achievement of the instructional goals, to indicate group or     individual progress toward the instructional objectives of a specific study or training program.
6.      To evaluate the effectiveness of instruction, to asses the degree of success of the instructional program.
The six categories  can be grouped as :
1.                  Aptitude  : to indicate an individual’s facility for acquiring specific skills and learnings
-          To measuring aptitude for learning
2.                  General proficiency : to indicates what an individual’s capable of doing now
-          To determine readiness for instructional programs
-          To diagnose the individual’s specific strengths and weakness
-          To classify or place individuals in appropriate language classes


3.                  Achievement : to indicate the extent an individual has mastered specific skills
-          To measure the extent of student achievement of the instructional goals
-          To evaluate the effectiveness of instruction

THE PRINCIPAL LANGUAGE TESTING TECHNIQUES
1.      Translation
2.      Dictation
3.      Composition
4.      Scored interview
5.      Multiple choice items
6.      Short answer items

THE LANGUAGE SKILLS AND THEIR COMPONENTS
Language exists in two forms, spoken and written
Two linguistics activities are associated with both speech and writing;
1.      An encoding : speaking and writing, whereby we communicate our ideas, thoughts, or feeling through one or the other form of language.
2.      An decoding : listening and reading, the parallel decoding process by which we “understand” either a spoken or a written message
The components and language skills :
1.      Grammatical structure ( Listening, speaking, reading, writing )
2.      Vocabulary
3.      Phonology / orthography ( Reading, writing )
4.      Rate and general fluency ( Speaking )

CONTRASTIVE ANALYSIS AND LANGUAGE TESTING
Contrastive analysis is undoubtedly useful in helping to estimate to probable relative difficulty of various patterns in the target language – in this case, English.
Chapter 3 :
TESTING GRAMMATICAL STRUCTURE

GENERAL NATURE  OF THE ESL STRUCTURE TEST
There is an essential difference between the traditional grammar test for the native speaker of English and the kind of structure test appropriate for the foreign learner.
Native speaker :
-                      Test of concentrated on matter of style and diction appropriate for rather formal written English
Foreign learner :
-                      Test of control of the basic grammatical patterns of the spoken language
Advance foreign learner  :
-                      Test of formal style and diction at all meaningful, and
-                      Test of writing ability and kept quite separate from the test of structure

DETERMINATION OF TEST CONTENT
The preparation of structure test should always begin with the setting up of a detailed outline of the proposed test content. This outline may have to be modified somewhat on the basis of the result of pretesting , but must be taken to ensure that the final form of the test includes a broad range of relevant grammatical problems in proportions which reflect their relative importance. This point can’t be emphasized too strongly, for there is a common tendency in grammar testing to end up with a disproportionate number of items testing a few structural points that happen to be the easiest to put into the test writer’s favorite item format. Clearly, a test constructed with such a bias can’t serve as a fair or valid measure of either a student’s general progress or his overall competence in the language.




ITEM TYPES
1.                  Completion ( multiple choice ) present a context in which one or more words are missing.
2.                  Sentence alternatives ( multiple choice ) another item type does away with the item stem altogether and simply present several sentences from which the examinee choose the acceptable version.
3.                  Sentence interpretation ( multiple choice ) present a stimulus and then ask for an interpretation
4.                  Scramble sentence ( multiple choice ) which the examinee rearranges a jumbled series of elements so as to form an acceptable sentence.
5.                  Completion ( supply type ) returning to type 1, we may use the completion item type as a fill in exercise.
6.                  Conversion ( supply type ) the examinees to convert or transform a series of sentences in a specified manner by changing form present to past, active to passive, singular to plural and so fort.

ADVICE ON ITEM WRITING
Most of the principles which apply to the preparation of these items are appropriate for other multiple choice item types as well
1.      The language of the dialogue should read like spoken English.
2.      The dialogue should sound like a natural response to the first part
3.      All distracters should be definitely non English
4.      No distracters should include “error” which would appear in writing but not in speech







            

 Chapter 5 :
TESTING VOCABULARY

SELECTION OF THE TEST WORDS
The selection of vocabulary test words can be drawn directly from the particular textbooks that have been used in class.

THE TESTING OF IDIOMS
Of particular importance are the two – word verbs or verbs – adverbs combinations in which the English language abounds – idiomatic constructions such as  put off ( delay ), look over ( inspect ), come across ( encounter accidentally ).

 ITEM TYPES
1.      Definition ( multiple choice ), a test word followed by several possible definitions or synonyms
2.      Completion ( multiple choice ), places the problem words in context
3.      Paraphrase ( multiple choice ), underline a word in context and provide several possible meaning
4.      Paraphrase ( Supply type ), asked to rewrite the sentence, substituting other words for the underline portion
5.      Picture ( objective ) vocabulary may be measured with pictures


ADVICE ON ITEM WRITING
1.                  The definition should be expressed in simple words readily comprehensible to all examines
2.                  All the alternatives should be on approximately the same level or difficulty
3.                  All choices should be related to same general area or kind of activity
4.                  Should be of approximately the same length or be paired by length
5.                  Should be kept free of extraneous spelling problems.

Chapter 7 :
TESTING WRITING

WHAT IS MEANT BY “WRITING”
Writing as a complex skill involving the simultaneous practice of number of very different abilities.
Five general components :
1.      Content : the substance of writing ; the ideas expressed
2.      Form : the organization of the content
3.      Grammar : the employment of grammatical forms and synthetic patterns
4.      Style : the choice of structures and lexical items to give a particular tone or flavor to the writing
5.      Mechanics : the use of the graphic conventions of the language

COMPARISON OF COMPOSITION AND OBJECTIVE TEST OF WRITING
The following points of  the essay or generally composition :
1.                  Composition test require students to organize their own answer, expressed in their own words
2.                  Composition test motivate students to improve their writing
3.                  Composition test are much easier and quicker to prepare than objective test

The critics of composition test :
1.      Unreliable measure
2.      Students can cover up weakness by avoiding problems
3.      Require much more scoring time than objective tests
OBJECTIVE TEST OF THE ELEMENT OF WRITING
A.    Testing Formal Grammar and style
Formal grammatical of writing but not in structure tests are the following :
1.      Subject verb agreement
2.      Structural parallelism
3.      Case of pronouns
4.      Comparison of adjectives
5.      Formatting of adverbs
6.      Formatting of  irregular verbs
The factors problems of grammar and style for test writing
1.      Error recognition
2.      Sentences completion
3.      Sentence correction

B.     Testing the Ability to Organize Materials
Probably the most satisfactory of the tests that we do have are those of paragraph organization, in which the examinee is acquired to reorder several “scrambled” sentences into a coherent paragraph, and to indicate the correct order of the sentences.
C.     Testing the Mechanics of  Writing
Punctuation and capitalization, that so called mechanics of writing, maybe tested objectively with simple adaptations of the completion and correction items described earlier.
In preparing test of mechanics of writing, one must be careful to avoid testing matters of divided usage.

IMPROVING THE EFFECTIVENESS OF COMPOSITION TESTS
1.      Preparation of the Test
-          Arrange to take several samples, rather than just one
-          Set writing tasks that are within the reach of all
-          Make the writing tasks clear and specific
-          Allow no alternatives
-          Pretest the writing test assignment

2.      Scoring the Test
-          Decide in advance on the precise basis for scoring
-          Treat the papers anonymously during scoring
-          Scan a sample of papers to decide upon standards
-          If the compositions are to be used to make critical decisions about large numbers of students

Chapter 9 :


CONSTRUCTING THE TEST

Steps of the construction of an educational test :
1.      Planning test
2.      Preparing the test items and direction
3.      Submitting the test material to review and revising on basis of review
4.      Pretesting the material and analyzing the results
5.      Assembling the final form of the test
6.      Reproducing the test

PLANNING THE TEST
A.    Determining the General Course Objectives
The course content :
1.      Textbook lessons, each consisting of :
a.       Short reading selection
b.      Dialogue
c.       Pronunciation drill
d.      Grammar drill
e.       Word study
f.       Homework grammar exercise
2.      Laboratory practice, including drill on dialogue and pronunciation points keyed to the textbook
3.      Weekly compositions based on topics related to the textbook reading
The general objectives of the course :
1.      To increase skill in listening comprehension
2.      To increase skill in oral production
3.      To develop skill in reading simple descriptive and expository prose
4.      To develop skill in writing simple description and exposition

B.     Dividing the General Course Objectives into Their Component
Four elements of  Listening, Speaking, Reading, Writing :
1.      Phonology / orthography : the sound system (listening & speaking), graphic system (reading & writing)
2.      Grammatical structure : the system grammatical signaling devices
3.      Vocabulary : the lexical items needed to function effectively in each of the four skill
4.      Rate and general fluency : the speed and ease with which the user of language can ddecode and encode message

C.     Establishing the General Design of the Test
Two preliminary steps have established the objectives of hypothetical course in sufficient detail to enable, to decide upon the general design of the final achievement test.
Two extremely important factors must be considered : the time to be provided for testing, and the degree of speed to build into test.
Objectives measure of sound discrimination and general auditory comprehension. The two section might planned as follows :
-          Section one     : Sound discrimination. The examinee hears sets of three words and is asked to indicate which two are the same. Twenty items.
-          Section two     : Auditory comprehension. The examinee hears a series of question indicates which one of four printed choices would make a logical answer. Twenty items.

PREPARING THE TEST ITEMS AND DIRECTIONS
Additional Notes on the Preparation of  Items
In the preparation of multiple choice or short answer ( Supply ) items, it is always necessary to write more items than will be needed in the final form of the test.
Writing Test Directions
Test direction should be brief, simple to understand, and free from possible ambiguities. Should be accompanied by sufficient examples to ensure that even the slow learner or least skilled examinee understand the problem type.



REVIEWING THE ITEMS
When the items have all been written, they should be set aside for a few days before being reviewed by the writer. Once he is satisfied with his material, it should be submitted to at least one colleague with experience in the subject-matter field.

PRESTESTING THE MATERIAL
Standard objective tests consist of pretested materials. That is to say, all the items have first been tried out on a fairly large number of subjects of the same kind as those for whom the test is being designed.
Two requirements  statistically satisfactory :
1.      If they are of a suitable level of difficulty-neither too hard nor too easy for the population being tested.
2.      If they discriminate between those examinees who know the material or have the skills or abilities being tested, and those who do not.

ANALYZING THE PRETEST RESULTS (ITEM ANALYSIS)
After the pretest answer sheets have been accumulated (and there should be a safe number of these generally at least 100 completed papers), the items should be analyzed to determine their effectiveness in terms of the two criteria listed in the preceding section.
Determining Item Difficulty
The first step is to determine the difficulty level of each item. Though much more sophisticated techniques have been develop, a very satisfactory method is simply to ascertain the percent of the answered each item correctly.
Determining Item Discrimination
The second step, to determine how well each item discrimination between high and low examinees, for each item in a test should help to separate the proficient subjects from those who lack the tested skills or learning.
The several statistical techniques for calculating discrimination :
1.      Separate the highest and the lowest 25% of the papers
2.      For each item, subtract the number of “lows” who answered item correctly from the number of “highs” who answer correctly. (if more “lows” that “highs” get an item right, the result of this calculation will of course be negative and should be marked with a minus sign).
3.      Divide the result of step 2 by the number of papers in each group, “highs” and “lows”, to obtain the “item discrimination index”.

Determining the Effectiveness of Distracters
An item contains a distracters which attracted no one, not even the poorest examinees, it is a nonfunctioning choice which will increase the chances that some examinees will get item right by guessing between or among the remaining two or three possibilities.

Recording Item Analysis Data
Record analysis data contains :
1.      The item, written out in full
2.      An identification of the pretest in which the item was tried out
3.      The position of the item in the pretest
4.      The item difficulty and discrimination indices and in the case of multiple choice items
5.      A tabulation of how the “highs” and “lows” responded to the several choices

ASSEMBLING THE FINAL FORM
The test maker must take care not only to order the items according to increasing level of difficulty but also to ensure that :
1.      Each answer position is used about the same number of times
2.      The answer position don’t form any observable pattern

REPRODUCING THE TEST
1.      Test material be reproduced as clearly as possible, for poor reproduction of a test will almost certainly affect student performance
2.      Test material should be spaced so as to provide maximum ability
3.      No multiple choice item should be begun on one page an continued on the next, for such a break in the text will disrupt the reader’s train of thought
4.      When blank are left for the completion of short answer items, a guideline should be provided on which the examinee may write his response
5.      To indicate at the bottom of each page whether the examinee is to continue on to the next page or stop his work
6.      The direction for each part should occupy a right hand page of the book
7.      The use of a separate cover sheet will prevent examinees from looking at the test material before the actual administration begins. The cover sheet is also the best place for giving general information and instruction about the test, such as :
a.       The general purpose of the test
b.      The method of recording responses
c.       The method of changing answers if the examinee changes his mind
d.      Information on whether or not guessing as penalized
e.       In the case of reusable test books, an admonition not to write in the book
8.      The pages of the test book should be stapled together with great care so that the back pages will not become detached in the course of handling

USING SEPARATE ANSWER SHEETS FOR MULTIPLE CHOICE TEST
The use of separate answer sheets is mandatory. Not only may the books then be used again, but a great deal of time will be saved in scoring

PREPARING EQUIVALENT FORMS
The most common useful for a number of purpose :
1.      To provide for pre and post testing
2.      To decrease the chance of “test compromise” in two or more form of  a test